Bersama Buku

Buku selain menjadi sumber ilmu, juga menjadi salah satu hiburan bagi otak dan pikiran. Kegemaran membaca buku rasanya sudah ada sejak kecil. Membaca buku novel milik kakak, membaca komik yang dibelikan kakak laki-laki, membaca koran walau lebih suka kolom komik dan karikatur, dan membaca majalah mahal Bobo yang dibelikan sebagai kado ulang tahun.
 
Di masa sekolah menengah pertama sudah jarang dibelikan buku atau baha bacaan lain oleh kakak. Bacaan seadanya di perpustakaan sekolah yang hanya berisi pelajaran sekolah jadi bacaan utama ketika mengisi waktu istirahat. Berbeda dengan perpustakaan di sekolah dasar yang masih memiliki beberapa varian. Jadi ketika sudah bosan membaca buku pelajaran yang sudah dibahas di kelas, buku pelajaran milik kakak kelas jadi bacaan tambahan di perpustakaan. Buku pelajaran yang paling digemari tentu saja pengetahuan alam atau buku seni budaya. 
 
Pada waktu Sekolah Menengah Atas, sekolaha tidak punya perpustakaan. Namun sekolah sebelah yang masih satu yayasan dengan kami memiliki perpustakaan yang lumayan. Karena sekolah tersebut adalah sekolah menengah kejuruan, maka kebanyakan bukunya memang yang sesuai dengan kejuruan masing-masing seperti buku tentang pemrograman, jaringan, cyber security, pertanian, dan perbankan. Buku-buku sastra yang bagus juga dapat ditemukan di sana. Ambil contoh antologi cerpen Mastera yang ditulis oleh penulis-penulis pilihan negara asia tenggara rumpun bahasa melayu. Dari buku ini menjadi perkenalan terhadap karya-karya AS Laksana dan penulis tersohor lainnya, terkhusus penulis Indonesia dan Malaysia. Dekat sekolah juga terdapat perpustakaan pribadi yang dapat dipinjam, Isi dari perpustakaan ini memang kebanyakan adalah buku agama dan sastra serta beberapa pengetahuan umum lainnya. 
 
Masa kuliah awal menjadi puncak dari kegemaran membaca. Banyak pilihan perpustakaan dan juga semakin banyak pula pilihan buku yang dapat dibaca. Di tempat kuliah, ada tiga kampus, dan di setiap kampusnya punya perpustakaan sendiri-sendiri dengan kajian keilmuannya. Ditambah perpustakaan daerah yang nyaman suasananya dan enak pelayanannya. Semangat membaca buku juga ditambah dari kegiatan diskusi yang membuat pengetahuan dari membaca terasa tidak sia-sia. Satu tahun pertama di perkuliahan, sepertinya sudah tiga puluh lebih buku yang habis dibaca. 
 
Namun begitu, sejak awal pandemi sampai beberapa bulan ke depannya kegiatan membaca buku menjadi berkurang. Walau belajar tetap berjalan, tapi metode yang digunakan berbeda. Referensi dan sumber yang digunakan kebanyakan dari internet. Bacaan yang digunakan untuk mengembangkan diri juga berasal dari internet. Bahkan kebanyakan dari sumber video.
 
Bukan berarti semangat untuk membaca buku benar-benar berkurang, tapi akses untuk menjangkau buku yang agak sulit dan bikin malas. Perpustakaan-perpustakaan ditutup, kegiatan lebih banyak di rumah, dan diskusi serius nan berat semakin jarang. Namun ketika semangat untuk membaca buku mulai naik kembali, akses mendapatkan bacaan masih menjadi kendala. Karena memang membeli buku masih terasa mahal, meminjam jadi jalan utama untuk mendapatkan akses bacaan. Bukan hanya meminjam di perpustakaan, tapi juga teman sesama pecinta buku. 
 
Sekarang, ketik tulisan ini dituliskan, akses menuju buku mulai sedikit lebih mudah karena dapat bertemu dengan teman-teman. Perpustakaan kampus mulai berani buka, walau perpustakaan daerah yang nyaman belum. Setidaknya jumlah buku yang dibaca kembali meningkat daripada tahun sebelumnya.
 
Minat baca buku sebenarnya bukan karena kita bodoh atau pintar. Namun karena ketersediaan akses menuju bahan bacaan dan buku. Semakin mudah kita mendapatkan, rasanya akan semakin banyak buku yang dilahap. Bukan juga masalah membeli atau memilih bajakan, selama kita bisa meminjam.

Comments

Popular Posts